Cemburu itu boleh, asal pada batas wajar



Only one question.. Siapa sih yang gak pernah ngerasain cemburu?
Sesama anak aja dalam satu keluarga pasti pernah ngerasain rasa itu satu sama lain. Anak sulung cemburu karena orangtuanya lebih merhatiin yang bungsu. Anak yang kedua sebel kalo kakaknya lebih disayang sama papah mamahnya. Ssssstttt.. Itu yang sedarah loh! Apalagi yang gak ada hubungan darah sama sekali. Wuiiihh.. pastinya akan jauh lebih dahsyat.

Yapp.. rasa cemburu akan timbul ketika ada rasa memiliki. Bagus memang. Tapi yang terkontrol. Bukan yang berlebihan dan di luar batas kewajaran. Cemburu katanya didasari rasa sayang. Sebagian orang memang berpendapat seperti itu. Mungkin memang betul adanya. Tetapi satu hal yang patut diingat juga adalah, saat kita menyayangi seseorang, saat itu pula kita harus mulai menumbuhkan rasa saling percaya. Gak perlu 100 %. Sebuah hal yang wajar. Lalu yang harus kita ingat juga, ketika kita belajar mempercayai seseorang, maka kita juga belajar untuk mengolah rasa cemburu kita.

Meski kadang sulit, benih cemburu itu bisa kita pupuk dan kita atur masa pertumbuhannya. Layaknya tanaman, bisa kita tata hingga menjadi sebuah hal yang indah dan tak menjadi liar pada akhirnya. Cemburu tidak selayaknya menjalar seperti akar pohon beringin yang berdiri tegak di samping sebuah rumah mungil bernama cinta dan akhirnya meretakkan dinding-dinding yang ada dan menghancurkan seluruh isinya.
Jangan pernah mengambil kesimpulan, kalo gak cemburu berarti gak sayang atau cinta. Khalil Gibran pernah berkata, "Cinta dan keraguan tidak berbicara satu sama lain". See.. Ketika sebuah nilai cemburu tidak lagi dikeluarkan dalam porsi yang tepat, maka yang timbul kemudian adalah sebuah keraguan yang dapat menumpuk layaknya sampah, kemudian menggunung. Dan ketika sudah jadi gunung, kita tinggal menunggu satu moment yang paling menakutkan yang akan merubah segala yang ada di sekelilingnya. Meletus..! Meledak..! Atau apapun lah namanya.

Pada saat itu semua terjadi, tanpa kita sadari semua kenangan manis yang telah terjalin perlahan hilang begitu saja terbawa hembusan waktu. Memupuskan rasa terdalam pada setiap sebuah hubungan. Entah itu pertemanan, persaudaraan, terlebih lagi percintaan. Semua yang kita sudah bangun atas dasar nama cinta dan kasih sayang, seringkali tak berarti lagi hanya karena kita lebih memilih untuk mudah terbakar cemburu yang disusupi emosi tak terkendali. Gak peduli lagi berapa banyak arah lintang yang sudah kita lewati. Gak peduli berapa butir air mata yang sudah menetes. Gak peduli banyak tawa yang sudah mengisi hari-hari kita. Gak peduli banyak indah yang mewarnai langkah-langkah kita..

Kita udah gak peduli lagi.

Lihat dan rasakan betapa dahsyatnya cemburu ketika kita tidak meletakkannya pada tempat dan waktu yang semestinya.

Teorinya mungkin mudah untuk mengatur rasa itu. Bicaranya memang gampang, kalo kita tidak akan mudah terkontaminasi oleh polusi cinta itu. Katanya sih Gak begitu sulit menjadi orang yang gak mudah terkena racun cemburu yang membabibuta itu. That's the theory, sob!

The fact is.. The Theory doesn't se-easy prakteknya. Tapi gak ada salahnya kita mencoba berubah untuk orang yang kita cinta. Mencoba untuk menomorsatukan cinta di atas segalanya.

Sulitnya karena manusia diciptakan dengan Ego. Dan ketika rasa itu timbul yang seringkali terjadi adalah, ego yang berbicara, bukan logika. Dan ketika ego yang berdiri dibarisan paling depan, kata cinta sering tertutup kata benci. Pertengkaran sudah gak mungkin terhindari lagi. Komunikasi terhenti, karena tak ada kesepahaman yang sejati. Lantas semuanyapun berakhir tanpa pernah kita sadari. Tanpa pernah kita mengerti. Yang ada hanya penyesalan di kemudian hari. Ketika cinta tak lagi hadir di hati. Sebuah penyesalan yang tiada arti.

Sesuatu yang terlarang kadang memacu adrenalin kita untuk melanggarnya. Mengapa tidak mencoba menjadikan cinta layaknya pasir dalam genggaman tangan. Terbuka. Seakan melepaskan tapi tetap dalam jangkauan. Ketimbang kita menggenggamnya seerat mungkin. Tapi tanpa kita sadari pasir itu keluar dari sela jari-jari kita dan hanya menyisakan sedikit saja. Mengapa kita tidak menjadikan semua yang kita alami sebagai sebuah pelajaran yang berarti menuju tingkat hidup yang semua orang inginkan. Dewasa. Kenapa kita tidak mencoba untuk belajar untuk menerima kekurangan dan kelebihan masing-masing sebagai suatu proses cinta yang indah. Seperti Gibran katakan juga, "Ketika kita mencintai seseorang, sesungguhnya kita sedang mempelajari sesuatu pada diri kita sendiri". Karena cinta bukan hanya masalah kecocokan dua hati. Sampai kapan kita akan mendapatkan orang yang cocok dengan kita, jika kita tidak mulai belajar untuk menerima dia apa adanya.

Cemburu memang gak akan pernah hilang sampai kapanpun. Kenapa gak kita nikmatin aja. Gak berlebihan dan gak kekurangan. Jangan terlalu banyak dan jangan terlalu sedikit. Sesuai porsi. Biar semuanya jadi aman-aman aja. Gak perlu saling curiga. Gak perlu adu kata. Gak perlu diam seribu bahasa. Gak perlu saling menderita. Karena cinta seharusnya membuat kita bahagia. Meski kadang dibumbui dengan nestapa.
Ada kalanya kita harus mengorbankan segalanya demi cinta. Ada waktunya kita harus menderita karena cinta. Ada saatnya kita harus menangis karena cinta. Tapi jangan pernah takutkan itu semua. Maju terus demi cinta. Karena my lovely Grandpa Gibran always berujar, "Cinta yang dibasuh airmata akan suci dan indah selamanya".

Hehehe..

Cemburu dan Cinta..
Dua mata uang yang tak dapat dipisahkan.
Dua kepribadian yang kadang saling membutuhkan.
Dua seni yang begitu melarutkan...

Dan keduanya akan terasa indah ketika kita mencoba untuk menikmatinya.. :)

Posting Komentar